TAHUN LALU,TAHUN BARU
(Wiranata Prahara Ilahi)
Lama sudah aku disini
Merangkai bunga yang sudah merekah
Meneliti betapa tergesa-gesanya manusia
Bermalas-malasan di gazebo perumahan
Lalu lalang hidup bagai ilusi
Semua khayalan terbayang ditahun lalu
Kejadian bodoh yang selalu diingat
Dan kejadian baik yang tidaknampak sempurna
Semua orang tahu tentang kekaisaran
Tahun lalu yang penuh penderitaan
Bencana karena takdir bahkan
Bencana disengaja,terlihat semu dalam gambar angan-angan
Kisah kotoran ibukota
Yang berebutkebimbangan
Mengorbankan raga demi cita warna nafsu
Tahun lalu penyair berkata
“Tuan tenggelam,Tuhan bicara”
Para penyanyi berdering
“Derita cinta tiada akhirnya”
Sedangkan para yatim piatu berpikir
“Semua orang dewasa sedang tertidur lelap”
Akankah tahun ini akan terulang?,kita lihat saja nanti
Berapa kelahiran persekonnya?
Berapa kematian permenitnya?
Berapa pernikahan perjamnya?
Dan berapa bencana perharinya?
Tahun baru yang baik dinanti
Tetapi tetap
“Akal manusia sudah layu diisi karya ilmiah yang kaku”
HIDUP
(Wiranata Prahara Ilahi)
Perahu yang membawaku mengapung
Melihat berbagai keangkuhan
Merasakan betapa lezatnya serpaan angin
Perahu dijangkar tarik-menarik
Cengkraman gelombang
Menghepas kayu dan terlepas
Aku disini masih duduk tanpa bertindak
Kubiarkan ragaku hanyut dibawa air
Kurasakan,kunikmati,dan Tidak!!
Sungai menarik perahuku kencang
Ditemani sebotol minuman aku semakin gentar
Aku sendiri merasa tak kuat lagi
Ketika ombak besar berteriak
Dan langit yang setia seakan runtuh diatas atap perahuku
Semakin kuat goncangannya
Semakin kuat pula perahu ku pegang
Langit seakan menyadarkanku
Ketika aku sedang berjangkar
Kuhianati serpaan yang ada
Kukecohkan eceng gondok yang sebenarnya berpuisi
Kini ketika perahuku kalang kabut
Aku bagai termakan asa
Sekarang ombak telah berlalu
Jangkar kembali bersahabat
Terbangunku dari tidur
Namun sayang aku sudah padam.
KORBAN SOSIALISASI
(Wiranata Prahara Ilahi)
Mataku kini tak mampu lagi berbohong
Aku melihat kejadian yang jauh
Dari kaca lensa mataku
Tubuhku tersa kaku
Ketika penyakit ini menggerogotiku
Lama bahkan lebih lama
Dari umurku kini
Aku sudah merasakan kegaduhan yang bercanda-tawa
Dan seakan mengejek
Kapuk seakan tak mampuku helai
Bahkan bau sengatnyapun tak tercium
Aku sudah lama mencari,namun belum ketemu
Entah dimana mereka berada hanya telinga yang berfungsi
Mulut ini gentar untuk bicara
Tentang dunia yang tidak berdaya
Semua bisu,tak seorangpun bicara
Ini pilihan korban sosialisai didunia
Bahkan semua sudah menjadi gila.
TARIAN INDONESIA
(Wiranata Prahara Ilahi)
Lihat, tak akan jenuh tuan memandang
karena eloknya kan selalu terkenang
Tak akan berpaling
Karena takut terkena taring
Duduklah manis tuan
Tak usah engkau gelisah
Yang mulia pastikan betah
Silakan tuan dan nona rasakan setiap pesona
Silakan tuan perhatikan setiap pola
Silakan tuan dengarkan semua nada
Suguhan resmi untuk tuan dan nona
Sebagai tanda padi akan berbuah
Kami melalang buana
Hilir mudik ditengah alam
Alam kami sebesar hati tuan
Akan kami pamerkan
Dan akan kami pertunjukan
Agar semua suka dan hendak bertandang
Kamikan menari
Melenggak-lenggok dan mencetak pelangi
Kamikan menari
Menantang simponi
Kamikan menari
Membentuk harmonisasi
Dari akar tradisi
Dan tuan pasti iri.
GEDUNG JADI TANAMAN
(Wiranata Prahara Ilahi)
Empat puluh persen bumi dikuasai oleh manusia
Dua puluh persen dikuasai oleh hewan
Sepuluh persen dikuasai oleh tuumbuhan hijau
Dan selebihnya dikuasai oleh gedung-gedung bertingkat
Bila kulihat dengan teropong,tampak bambu-bambu menguning
Pohon-pohon digusur oleh tikus-tikus
Sungai-sungai putus cinta kasih
Hutan-hutan ditanami dengan gedung-gedung milik manusia
Negeri ripah loh jinawi
kini meratap sesali nasib
Laut,sungi,danau,dan gunung
Menghentakkan kaki, membelai asa
Tumbuhan air mata,sucikan badan
Namun hancurkan raja yang berkuasa
Manusia makin aktif tanpa berpikir alam
Mereka selalu sibuk dengan pesonanya
Kerabatnya yang miskin,makin miskin saja
Yang kaya tetap, menanam
Yang berkuasa tetap, menimbun
Dan tetap berdalih,
Hingga gedung jadi tanaman.
YANG BERCERITA
(Wiranata Prahara Ilahi)
Tuhan,hari ini kami kehilangan harta
Besok kami kehilangan palawija dann mahoni
Lusa kami kehilangan bensin murni
Lalu kami ditilang dengan harga mati
Tuhan,hari ini kami menulis
Besok kami mengemis didepan pabrik jerami
Lusa kami jual tubuh ini
Lalu kami diperkosa rohani
Akhirnya kami sayup diranjang dan belajar aborsi
Tuhan apa kami berdusta?
Apa kami diibohongi?
Apa kami dihianati?
Atau kami sesak dikota?
Kami yang bercerita hari ini baru bersajak dini
Dan kami yang mengadu esok harri betul-betul termakan reformasi kapitalis
Tuhan kami ini tiada daya lagi
Kami harus kemana lagi?
Kami pantas hidup dimana lagi?
Detak jantung tak tenang hari ini
Tapi bukan kami akan mati
Tapi bukan kami akan mati
Kami akan hidup seratus tahun lagi
Yang bercerita hari ini
Minggu esok akan bergegas leat puisi
Dan bulan depan kami akan digusur komunis
Tuhan,setelah ini kami akan pulang pergi.
KEPADA KARTINI
(Wiranata Prahara Ilahi)
Engkau,wahai ibuku Kartini
Hingga kesudut usia, aku mencari
Sungguh engkau bunda terkasih
Walau mata belum melirik, tetap hati selalu risih
Karena tak ada engkau disisi
Lama sudah engkau berjaya
Tapi dihati masih ada
Lama sudah engkau pergi
Tapi jasa teringat dihati
Kangen,ingin jumpa
Tak ingin kau jauh dari mata
Dimana?, entah sampai kapan?
Aku sendiri, menatap masa depan
Wahai bunda Kartini
Walau kau tak ada disisi
Jasa dan usaha masih teringat dan tak ingin pergi
Doa dan ratapanmu masih terdengar nyaring dipelosok negeri
Air mata pengharapan, bundaku Kartini
Suci sudah lengan bajumu
Jaya sudah mimpi agungmu
Mulia sudah paru-paru
Akhirnya penghormatan untukmu
Kepada Kartini
Ibu yang lahir dini
Kepada Kartini
Yang pantang menyerah dan pantang iri
Kukirimkan bunga ketaman bakti
Dihari baan pertiwi
Sebagai tanda cinta kepada Kartini.
WAJAH-WAJAH
Karya:Wiranata prahara ilahi
Wajah-wajah menataplah padaku.
Dengarkanlah aku
Perhatikan aku dan gerak-gerikku
Percayalah padaku
Banyak yang harus aku bicarakan
Walaupun selalu kau bungkam mulut
Dengan sajak-sajak lucu
Banyak yang harus aku adukan
Walaupun kau selalu mengelak
Dan berkata Tidak!
Bertahun-tahun
Kau anggap aku hanya bernyanyi
Kau anggap aku sedang menikmati lawakan mati
Apa aku pembohong atau penghakim?
Apa aku penipu atau pembenar?
Apa aku penodong atau penyelamat?
Dan apa aku ini penista ?
Sampai sebegitu takutnya ,kau acuhkan aku berbicara
Buka matamu,aku ini selalu benar
Saat rumah kita diinjak-injak, aku yang menjerit
Saat rumah kita dihantui teror berkepanjangan,aku pula yang mengadu
Saat harta kita dirampok ,aku yang pertama tertindas
Dan saat wajah kita diludahi,aku yang tersiksa batin
Apa masih kau tak percaya aku.apa masih?
Wajah-wajah mendekat kepadaku
Dulu jauh dari usia riwayatmu
aku sudah berharap kau pencerah,pengubah,dan pelopor
Aku selalu berdoa untuk roh-rohmu
Alangkah tega hati melihat ibumu begini?
Alangkah tega kau telantarkan aku?
Atau hatimu sudah manja dengan ala gedongan
Dan menikmati sari manis negara yang layu
Sampai kini aku masih bertanya,mengapa kau berubah?
Wajah-wajah sejatinya kita sama
Hanya saja kau diatas dan aku dibawah
Kau menikmati harum parfum
Dan aku menikmati bau tahi yang kau buang
Kau lupa itu
Jika sudah begini sekalian jualkan saja rumah kita
Dan bunuh saja aku
Biar masalah selesai
Paling-paling aku tahu bahwa aku belum merdeka
Heh...Merdeka apa itu merdeka?
Karya:Wiranata prahara ilahi
Wajah-wajah menataplah padaku.
Dengarkanlah aku
Perhatikan aku dan gerak-gerikku
Percayalah padaku
Banyak yang harus aku bicarakan
Walaupun selalu kau bungkam mulut
Dengan sajak-sajak lucu
Banyak yang harus aku adukan
Walaupun kau selalu mengelak
Dan berkata Tidak!
Bertahun-tahun
Kau anggap aku hanya bernyanyi
Kau anggap aku sedang menikmati lawakan mati
Apa aku pembohong atau penghakim?
Apa aku penipu atau pembenar?
Apa aku penodong atau penyelamat?
Dan apa aku ini penista ?
Sampai sebegitu takutnya ,kau acuhkan aku berbicara
Buka matamu,aku ini selalu benar
Saat rumah kita diinjak-injak, aku yang menjerit
Saat rumah kita dihantui teror berkepanjangan,aku pula yang mengadu
Saat harta kita dirampok ,aku yang pertama tertindas
Dan saat wajah kita diludahi,aku yang tersiksa batin
Apa masih kau tak percaya aku.apa masih?
Wajah-wajah mendekat kepadaku
Dulu jauh dari usia riwayatmu
aku sudah berharap kau pencerah,pengubah,dan pelopor
Aku selalu berdoa untuk roh-rohmu
Alangkah tega hati melihat ibumu begini?
Alangkah tega kau telantarkan aku?
Atau hatimu sudah manja dengan ala gedongan
Dan menikmati sari manis negara yang layu
Sampai kini aku masih bertanya,mengapa kau berubah?
Wajah-wajah sejatinya kita sama
Hanya saja kau diatas dan aku dibawah
Kau menikmati harum parfum
Dan aku menikmati bau tahi yang kau buang
Kau lupa itu
Jika sudah begini sekalian jualkan saja rumah kita
Dan bunuh saja aku
Biar masalah selesai
Paling-paling aku tahu bahwa aku belum merdeka
Heh...Merdeka apa itu merdeka?